RINGKASAN
HENRI ALAM NUR, 01.4.3.10.0212, Studi Kasus Penerapan Teknologi Panen dan Pasca Panen Kakao (Theobroma Cacao L.) pada Tingkat Petani di Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat, Dibimbing oleh Bapak Ir. Fahruddin Nasution, MP dan Bapak Firman RL Silalahi,STP,M.Si.
Kakao sebagai komoditas ekspor berperan penting dalam perekonomian Indonesia, sebagai sumber devisa negara, membuka lapangan kerja dan sumber penghasilan bagi petani. Masalah perkakaoan saat ini antara lain adalah kualitas Biji Kakao Kering (BKK) masih rendah karena penerapan teknologi panen dan pasca panen tidak sesuai standar teknis sehingga harga jual di tingkat petani relatif rendah.
Penelitian survey ini bertujuan untuk (1) mempelajari penerapan teknologi panen dan pasca panen kakao pada tingkat petani dan membandingkannya dengan teknologi panen dan pasca panen kakao yang sesuai dengan standar teknis, (2) menganalisis perbandingan harga jual antara Biji Kakao Kering (BKK) hasil perlakuan petani dengan harga Biji Kakao Kering (BKK) sesuai kualitas menurut standar mutu di daerah penelitian.
Penelitian dilaksanakan tanggal 11 April – 3 Juni 2011, di Kecamatan Stabat (desa Pantai Gemi, Banyumas dan Sidomulyo), luas perkebunan kakao rakyat sekitar 213 Ha, jumlah petani kakao sebagai populasi sebanyak 385 KK, metode Pengambilan Sampel adalah Purposive Random Sampling, dari seluruh populasi diambil sampelnya secara sengaja sebanyak 40 KK (+ 10,1 %), penetapan nama-nama petani dilakukan secara acak.
Hasil penelitian menggambarkan bahwa penerapan teknologi panen dan pasca panen kakao di Kecamatan Stabat pada umumnya tidak sesuai anjuran teknis, hal itu dapat di lihat dari perlakuan responden, yaitu pada aspek panen, 85 % responden tidak memanen buah pada tingkat kematangan sempurna, 50 % responden tidak melakukan sortasi buah panen, dan 80 % responden menyatakan Biji Kakao Basah terkontaminasi alat pengupas dari bahan besi saat melakukan pengupasan, pada aspek pasca panen, 85 % responden melakukan fermentasi biji kurang dari 5 hari, tanpa dilakukan pembalikan dan 12,5 % responden tidak melakukan fermentasi sama sekali, 75 % responden menggunakan karung plastik yang tidak dilobangi sebagai wadah pemeraman biji kakao basah, perendaman dan pencucian biji setelah fermentasi tidak dilakukan sama sekali. Harga jual Biji Kakao Kering oleh petani adalah Rp.6000 - Rp.20.000 per kg, sedangkan harga Biji Kakao Kering mutu baik sesuai standar mutu di tingkat pedagang adalah Rp.26.000 per kg, terdapat perbedaan harga sekitar Rp.6.000 - Rp.20.000 per kg.
Kurangnya informasi di masyarakat menyebabkan keterbatasan pengetahuan mereka, untuk itu pihak terkait perlu melakukan sosialisasi tentang standar mutu Biji Kakao Kering dan melengkapi informasi perkembangan harga secara terus menerus. Selain itu, masih perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang pengetahuan dan sikap petani dalam penerapan standar mutu biji kakao sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) dalam rangka meningkatkan pendapatan keluarga dan memperbaiki kualitas Biji Kakao Kering secara nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar